Sebenarnya saya menyetujui pendapat lama bahwa “hidup itu seperti
buku”. Penulisnya adalah ALLAH dan aktornya adalah kita, namun yang
menjadikan berbeda dengan buku adalah kita tetap mempunyai hak hidup.
penjelasanya begini. Okelah, ALLAH punya rencana pada kita sebagai
makhluk dan itu yang kita yakini sebagai takdir, dan itu kuasaNya.
Sedang kita, sebagai makhluk yang sempurna di bekali akal dan pikiran.
Nah, akal dan pikiran inilah yang menjadi hak hidup kita sebenarnya. Dan
karena kita mempunyai akal dan pikiran, maka kita adalah satu-satunya
spesies yang punya tujuan hidup. sadar atau tidak dialah sumber masalah
serta kebahagiaan kita. Kenapa saya mengatakan demikian? < coba kita
lihat saudara-saudara kita yang yang kurang beruntung, Yang memiliki
keterbatasan pada akal dan pikiranya. Nah, mereka-mereka itu (maaf) kan
memiliki keterbatasan dan tak punya tujuan hidup, jadi mereka terlihat
seperti orang yang tak punya kendali atas tubuh mereka.
Contoh
kasus dari timbulnya tujuan itu adalah setelah lulus dari kuliah
pendidikan, “Minimal” saya akan jadi guru, lalu saya akan menikah dan
bla bla bla. Dan jika itu terjadi maka kebahagiaan akan saya dapat. Dari
contoh kasus di atas maka kita dapat memahami bahwa kita selalu
memprediksikan, meramalkan, dan berharap. Menengok dari hal itu, maka
bisa kita lihat bahwa apa yang kita lakukan sekarang, mungkin saja
menjadi apa yang akan kita dapatkan kelak (kuliah pendidikan memperbesar
kemungkinan kita menjadi guru). Namun faktanya, jika kita memulai dari A
dan berharap melanjutkannya ke B (ini adalah maunya kita si pelaku dan
si prediktor) dan yang terjadi adalah A menuju C, maka kita akan
mengalami masalah yang di sebut depresi, stres, parahnya gila. Karena
kita sebagai pelaku yang sok tau, kadang memprediksikan apa yang akan
datang dari data-data yang ada pada apa yang telah berlangsung. Maka tak
heran bahwa kebanyakan dari kita memiliki prediksi yang salah kaprah
atau lebih tepatnya prediksi sok tau. Dan hal inilah yang di manfaatkan
oleh orang-orang. Diakui atau tidak kita rela sekali untuk membaca
prediksi-prediksi orang ternama atau ramalan-ramalan. Bahkan membayar
mereka hanya untuk berceloteh soal prediksi-prediksi ke depan. Dari sini
timbul masalah serius dari prediksi-prediksi itu. Maka kita akan sangat
terpancing secara kreativitas dan secara mental. Ini cukup berbahaya
manakala kita merasa sok tau atas hidup kita, dengan bermodal
prediksi-prediksi dan ramalan-ramalan. Parahnya kitab akan merasa bahwa
ALLAH lah yang bersalah karena prediksi-prediksi kita bukanlah hal yang
Ia takdirkan. Hal ini ada dalam surat Al Baqarah Ayat 216:
“Boleh
jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu. Dan boleh jadi
pula, kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu. ALLAH
mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”
Nah, teman - temanku
semua, marilah kita menyikapi segala takdir yang datang dengan sikap
yang bijak. karena hak hidup kita adalah menyikapi hal - hal yang
datang. dan yang terpenting mulai sekarang lebih baik kita menaruh
segala urusan rencana kepada ALLAH. namun tak lepas pula kita tetap
harus punya tujuan hidup, dan jika tujuan hidup kita itu nantinya
mungkin tidak terjadi. maka yakinlah bahwa itu adalah jalan terbaik yang
ALLAH berikan pada kita. intinya bolehlah kita memprediksi dan
berspekulasi namun jangan sampai prediksi - prediksi itu, menjadikan
kita insan yang lemah dan rapuh.
Sekian dari saya, harapan saya,
semoga apa yang saya bagikan bisa menjadi manfaat untuk teman - teman
semuanya. terimakasih.... :)
"Bukan rencana hidup kitalah yang membuat kita bahagia, namun bahagia adalah bagaimana kita menerima rancana ALLAH"
No comments:
Post a Comment